Radit dan Anjani Realita Inventori dan Konsumen 4.0
Semburat awan kelabu menggelayut di langit Jakarta. Selang tak lama, hujan turun dan angin makin kencang menyapa sudut ibu kota. Lalu-lalang pembeli yang biasa hilir mudik, tawar-menawar, bertransaksi, memadati pusat grosir di timur Jakarta seakan hilang bak ditelan bumi.
Radit dan Anjani sibuk mempersiapkan perlengkapan untuk membuat konten promosi penjualan. Bermodalkan ring light tripod berdiameter 45 cm untuk pencahayaan artifisial, 2 gawai pintar dan jaringan internet, Anjani memulai marketing promosinya melalui salah satu platform media sosial asal Cina yang saat ini perkembangannya paling cepat di dunia, Tiktok.
Anjani dengan cekatan menawarkan produk fesyen. Dengan pengetahuan produk yang baik, dijelaskannya seluruh fungsi dan kualitas dari produk yang dijualnya, juga mencarikan varian lain sesuai permintaan konsumen online.
Radit memperhatikan layar gawai dengan saksama. Dia bertanggung jawab memastikan agar hasil audio dan pencahayaan baik, serta mengontrol agar posisi Anjani selalu masuk dalam bingkai gawai. Tangan kiri Radit juga aktif menggulir ke atas dan bawah gawai pintarnya untuk membaca pertanyaan serta permintaan konsumen online. Sedangkan tangan kanannya pun giat memberikan tanda like pada gawai pintar ke-2 melalui akun lain untuk menaikkan rating.
Kegiatan jualan online Radit dan Anjani dilakukan setiap hari, terlebih saat pengunjung sepi seperti saat turun hujan.
Saat ini sudah lazim penjual melakukan dua transaksi perdagangan sekaligus, baik penjualan melalui toko konvensional dan maupun melalui online, atau yang dikenal dengan hybrid.
Jualan online yang dilakukan Radit dan Anjani merupakan salah satu upaya memikat konsumen 4.0 yang sebelumnya didasari oleh profil geografis, demografis, psikografis, dan perilaku.
Bapak pemasaran modern dunia, Philip Kotler dalam buku Marketing 4.0 "Bergerak dari Tradisional ke Digital" mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran kekuatan ke pelanggan terhubung. Pelanggan bergerak dari vertikal, eksklusif dan individual ke horizontal, inklusif, dan sosial.
Lebih jauh, Kotler menyampaikan bahwa saat ini konsumen lebih mempercayai faktor 4F, yaitu friends (teman), families (keluarga), fanpage (akun bisnis di sosial media facebook) dan followers (pengikut akun di sosial media twitter, instagram dan tiktok).
Semakin membaiknya ekosistem logistik di Indonesia, manajemen logistik oleh para pelaku bisnis perlu mendapatkan perhatian agar dapat terkontrol dengan baik serta mengantisipasi masalah yang kerap timbul.
Salah satu masalah yang kerap timbul adalah inventori.
Masalah yang dihadapi Radit dan Anjani adalah banyaknya produk yang tidak laku terjual, namun menumpuk di gudang. Ruang yang digunakan untuk menyimpan produk tidak laku terjual tersebut mengeluarkan biaya operasional yang tidak sedikit.
Selain itu, Radit dan Anjani terkendala sumber daya manusia di bidang logistik yang kurang kompeten, ditambah sistem teknologi kurang mendukung, menyebabkan penyimpanan produknya tidak teratur. Kewalahan dalam kelola pesanan ini berdampak pada profit usahanya.
Situs web koran investor.id, mewartakan bahwa disrupsi teknologi pada tahun 2021 akan mendorong perusahaan di sektor/industri logistik untuk terus berinovasi dan menjalankan operasionalnya secara lebih strategis.
Meningkatnya e-commerce akan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan gudang elektronik (e-warehouse). Gudang elektronik sebagai suatu sistem informasi yang sinergi antara data, mesin pengolah data, dan manusia sebagai tenaga kerja.
Syariffudin Pandiangan dalam buku Operasional Manajemen Pergudangan: Panduan Pengelolaan Gudang mengatakan bahwa keuntungan utama gudang elektronik meliputi menghemat uang, waktu dan mengurangi beban kerja yang berhubungan dengan pekerjaan administrasi.
Inventori muncul sebagai akibat dari selisih tingkat penjualan atau kebutuhan dengan tingkat pemakaian (produksi).
Ricky Virona Martono dalam bukunya yang berjudul Practical Inventory Management: "Menciptakan Keunggulan Operasional Melalui Sediaan" mengatakan bahwa dalam beberapa bisnis, inventori berfungsi sebagai:
-
antisipasi ialah inventori yang sudah dipersiapkan beberapa periode sebelum kebutuhan pakai;
-
fluktuasi biasa juga disebut safety stock, bertujuan mengakomodasi fluktuasi suplai dan permintaan produk, serta mengantisipasi perubahan lead time pengiriman produk;
-
lot size ialah inventori yang muncul karena produk dibeli atau diproduksi dalam jumlah lot, karena jumlah kelipatan lot, jumlah pemesanan minimum, dan kuantitas diskon;
-
transportation inventory ialah inventori pada masa pengiriman dari pemasok bahan mentah ke pabrik, atau dari pabrik ke konsumen;
-
hedging ialah inventori yang diadakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diharapkan , misalnya cuaca buruk, mogok buruh, adanya penimbunan stok ketika harga turun;
-
buffer ialah inventori yang sengaja diletakkan di depan proses/mesin bottleneck supaya keseluruhan sistem tidak stop ketika bottleneck berhenti, untuk menjamin output sistem dan pemenuhan tenggat waktu produksi serta penjualan; dan
-
project inventory ialah inventori yang muncul karena diadakannya sebuah proyek sehingga bahan mentah dan peralatan operasional dibawa ke lokasi proyek tersebut.
Nilai tambah (value) dari pengelolaan inventori adalah menjaga stok produk yang baik sesuai jumlah dan jenisnya sehingga mendukung proses-proses lain yang membutuhkan inventori.
Bila stok produk berkurang, maka pelanggan tidak dapat membeli produk tersebut. Hal ini menyebabkan turunnya kepuasan konsumen (customer service yang turun, maka service level dianggap rendah).
Dengan inventori yang efisien, keuntungan yang diperoleh adalah
- service level;
- antisipasi perubahan permintaan konsumen dan output produksi; dan
- minimum investasi inventori.
Adakalanya pengiriman produk dari pemasok terlambat, sehingga perusahaan membutuhkan stok pengaman (safety stock) untuk menjamin proses ketika pengiriman datang terlambat.
Stock out ataupun over stock harus dapat diantisipasi agar mencegah kerugian.
Kerugian stock out adalah konsumen tidak puas, proses transaksi terganggu, kehilangan peluang memperoleh keuntungan, dan konsumen bisa beralih membeli produk pesaing.
Kerugian over stock adalah tidak produktifnya modal akibat stok tak digunakan, meningkatkan biaya dan resiko penyimpanan (produk rusak, kadaluarsa) serta kebutuhan ruang penyimpanan meningkat.
Ricky Virona Martono dalam bukunya yang lain berjudul Dasar-Dasar Mengelola Kinerja Inventori mengatakan bahwa untuk menjamin proses inventori berjalan baik, pengusaha harus memperhatikan lead time. Lead time adalah waktu dari pemesanan inventori sampai diterima oleh perusahaan. Untuk suplai, lead time merujuk kepada waktu sejak produk dipesan dari pemasok sampai produk diterima. Sedangkan untuk produksi, lead time mengacu pada waktu sejak persiapan produksi sampai produk jadi/selesai.
Beberapa penyebab variasi lead time, antara lain:
- keadaan alam bencana alam seperti dapat mengakibatkan gagal panen;
- proses administrasi dan pabean proses bongkar muat (dwelling time) di pelabuhan ataupun di bandar udara;
- jadwal transportasi terbatas menjelang hari besar keagamaan seperti Idulfitri, pemerintah memberlakukan prioritas penyeberangan antar pulau digunakan oleh penumpang dan membatasi angkutan logistik pada H-7 sampai H+7;
- produk langka di pasaran pandemi Covid-19 yang telah membuat negara pemasok bahan mentah menahan diri mengekspor untuk melindungi kebutuhan dalam negeri.
Kumar Y Rupesh dalam jurnalnya berjudul FSN Analysis For Inventory Management – Case Study Of Sponge Iron Plant membagi inventori dalam 3 kelas, yaitu
- kelas F: Fast Moving adalah produk dengan persediaan rata-rata (stock turnover) sejumlah 10-15% dari keseluruhan total produk;
- kelas S: Slow Moving adalah produk dengan persediaan rata-rata (stock turnover) sejumlah 30-35% dari keseluruhan total produk;
- kelas N: Non Moving (dead stock) adalah produk dengan persediaan rata-rata (stock turnover) sejumlah 60-65% dari keseluruhan total produk.
Menurut investopedia, stock turnover adalah rasio keuangan yang menunjukkan berapa kali perusahaan telah menjual dan mengganti persediaan selama periode tertentu. Tergantung produk yang dijual. Ada perusahaan yang menerapkan 1 periode adalah 1 tahun, sedangkan untuk produk lain, 1 periode adalah 1 bulan.
Hal yang dapat dilakukan pemilik usaha untuk mempertimbangkan hal tersebut adalah
- fast moving: melakukan safety stock. Pertimbangkan juga lead time pengiriman;
- slow moving: tidak mengorder kembali produk tersebut; dan
- non moving/dead stock: melakukan serangkaian cara agar produk terjual, space di gudang atau toko fisik dapat digunakan untuk produk fast moving.
Kebijakan Radit dan Anjani untuk kendala inventori agar bisnisnya dapat terus tumbuh berkembang adalah bermitra dengan perusahaan logistik yang mempunyai layanan Fulfillment dan Last Mile Delivery.
Fulfillment adalah proses pemenuhan pesanan pelanggan. Proses ini terdiri dari beberapa komponen, mulai dari proses penyimpanan produk, pengemasan, hingga pengiriman produk kepada pelanggan.
Fulfillment merupakan layanan yang dapat membantu pemilik usaha meningkatkan efisiensi serta efektivitas dalam operasional penjualan.
Pelaku bisnis pergudangan di era logistik digital dengan sistem Fulfillment dan Last Mile Delivery adalah LODI Indonesia.
LODI Indonesia adalah perusahaan logistik berbasis teknologi, dengan layanan utama fulfillment dan Last Mile Delivery.
Keuntungan yang diperoleh oleh pelaku bisnis yang berkolaborasi dengan layanan Fulfillment LODI Indonesia antara lain
- tim logistik profesional;
- keamanan produk terjaga;
- lokasi gudang strategis; dan
- operasional bisnis lebih efisien dan ekonomis.
Keuntungan yang didapat oleh klien seperti Radit dan Anjani antara lain
- melihat kinerja secara cepat;
- menghemat biaya;
- Mempermudah pertukaran data;
- mengurangi kesalahan data; dan
- meminimalkan pekerjaan manual.
Di era Logistik digital seperti saat ini, LODI Indonesia solusi bisnis Anda.
LODI Indonesia adalah mitra logistik Anda yang mengantarkan produk nan benar, dalam jumlah nang akurat, ke pelanggan yang sesuai, pada waktu nan tepat, dalam kondisi nang baik, dengan harga yang ekonomis.
© LogistikTanpaRibet.com.RSS